Minggu, 15 November 2020

Moslem Hijrah


Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses interaksi tersebut tidak mengalami hambatan atau masalah dengan manusia lain. Proses pembentuk akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketakwaan seseorang. Keimanan dan Ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketakwaan seseorang maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini karena keimanan dan ketakwaan adalah modal utama untuk membentuk pribadi seseorang. Keimanan dan ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak ia lahir dan melekat pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka potensi tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang secara perlahan.

                Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa, oleh masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang sebenarnya dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu menganggap remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya sebagai arti bahasa, tidak mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu dan membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan atau kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam.

Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.

Proses terbentuknya iman yaitu benih iman tersebut dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna. Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.

Kedudukan iman sangatlah lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai keImanan kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudka keislamannya. Iman juga lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keimanan adalah kelompok dari pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan, jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin. 

Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.

Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak berakidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.

Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Maududi menyebutkan tanda orang beriman sebagai berikut:

1.    Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

2.    Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.

3.    Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.

4.    Senantiasa jujur dan adil.

5.    Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi.

6.    Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.

7.    Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko

8.    Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.

9.    Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.


Tak hanya itu, keimanan seseorang juga diimbangi dengan ketaqwaan. Takwa adalah seseorang beramal ketaatan pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut akan siksa-Nya. Tidaklah seseorang dikatakan mendekatkan diri pada Allah selain dengan menjalankan kewajiban yang Allah tetapkan dan menunaikan hal-hal yang sunnah.

Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menguraikan dan mengkabarkan tentang ketaqwaan, diantaranya sebagai berikut :

A. Al Qur’an Surah Al Hujurat Ayat 13

B. Al Qur’an Surah Az Zumar Ayat 33-34

C. Al Qur’an Surah Ali Imran Ayat 120

D. Al Qur’an Surah Ali Imran Ayat 134

E. Al Qur’an Surah Ali Imran Ayat 135

F. Al Qur’an Surah An Naba Ayat 31

A.    Tanda-tanda orang bertaqwa
1. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. 
2. Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada yang berhak menerima.
3. Mendirikan solat dan menunaikan zakat.
4. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, artinya harus semnagat berjuang.

      Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang bertakwa adalah orang yang beriman yaitu yang berpandangan dan bersikap hidup dengan ajaran Allah SWT. Menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan shalat, sebagai upaya pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.
Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya rangsang atau stimulus yang kuat untuk melakukan kebaikan kepada sesama sehingga  sifat-sifat luhur dan akhlak mulia itu pada akhirnya akan menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang benar imannya dan orang yang benar-benar beriman adalah orang yang memiliki sifat dan akhlak yang mulia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang berakhlak mulia merupakan cirri-ciri daro orang yang bertaqwa. Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. 

      Berdasar penjabaran yang telah disampaikan, bahwa keimanan manusia telah Allah tulisakan dalam Al-Quran dan telah disebutkan pula As-Sunnah. Tingkat keimanan seseorang berbeda-beda. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa keimanan seorang dapat berubah menjadi lebih baik melalui beberapa tingkat, mulai dari dasar hingga tingkatan yang lebih tinggi. Namun karena keimanan seseorang dari hati, terkadang iman ini dapat naik ataupun turun. Tetapi, apabila masing-masing dari kita dapat beristiqomah insyallah iman kita akan tetap terjaga.
      Hendaknya umat muslim selalu berkomitmen dan senantiasa berprilaku terpuji agar iman dalam dirinya semakin meningkat dan lebih baik. Hindari sifat-sifat tercela dan tidak terpuji, agar iman kita tetap terjaga dengan baik. Dan umat muslim hendaknya bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Senantiasa tawakkal agar tidak mengalami kesesatan hidup.

DAFTAR PUSTAKA 
https://id.wikipedia.org/wiki/Keimanan_dalam_agama_Islam
https://republika.co.id/berita/q7o5n0366/lima-tingkat-keimanan-menurut-syekh-nawawi-albanteni
https://www.kompasiana.com/ainun60102/5d9889ec097f362765140d64/pengertian-tauhidullah-iman-dan-taqwa
https://www.sumbartoday.net/2020/05/12/iman-dan-ketaqwaan-yang-islami-bagi-seorang-muslim/
https://nikmatislam.com/takwa-dan-iman/
https://pengusahamuslim.com/614-iman-dan-taqwa-landasan-mencapai-kesuksesan.html
https://kaltimtoday.co/apa-yang-memengaruhi-keimanan-seseorang/
https://shahihfiqih.com/mutiara-salaf/pondasi-keimanan/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Holiday Tugas Akhir

              Stunting menjadi salah satu masalah kondisi gizi kronis dimana pertumbuhan fisik anak terhambat akibat kurangnya asupan sela...

mentoi postingan guys